Seorang
Perokok dan Pro Rokok yang Sama-sama Bodoh
by: Emirza nur wicaksono
by: Emirza nur wicaksono
Pada dua tulisan saya di kompasiana kemarin, memang saya menulis tentang rokok dan bahasanyapun KERAS, yaa, keras bertujuan untuk menyadarkan para perokok. Saya harus katakan para perokok itu “Bodoh”, karena dibungkus rokok dan di akhir iklanpun ada peringatan bahaya rokok yang ditulis si pabrik rokok sendiri, dan eehh kenapa diterjal, maka itu patut saya katakan “bodoh” dan mungkin lebih buruk dari pada orang yang sebenarnya “Tuna Aksara” atau tidak bisa membaca, ya memang. Dan karena tulisan saya di Kompasiana kemarin, saya di serang oleh sebuah akun PRO ROKOK di twitter saya dengan statement yang menurut saya sama bodohnya dengan seorang perokok. Saya TIDAK menyerang para petani tembakau maupun pabrik rokok, tapi dia sendiri yang mengait-ngaitkannya. Kalaupun memang bisa tu tanah ditanam selain tembakau kan bisa? Lalu, kalaupun harus ditanam tembakau, bisa diolah menjadi hal lain ataupun kita ekspor itu rokok, tetep kan negara kita untung? Kok kenapa ya dia sendiri minta bahwa seorang perokok harus difasilitasi dengan baik. “WOOWW”, sebuah kedzoliman kok minta difasilitasi? Dengan alasan mereka membantu perekonomian negara dengan membeli rokok. Yakin? dibawah saya jelenterkan bahwasanya rokok sebenernya sangat merugikan negara, dan banyak solusi sebetulnya dan ga usah terlalu takut kalau memang pemerintah mau membatasi ruang gerak para perokok agar perokok itu JERA karena Rokok selain membahayakan perokoknya ternyata jauh lebih membahayakan perokok pasif (orang orang sekitarnya).
Dengan harga rokok yang murah, pemerintah sendiri sebetulnya ikut serta
mendukung rakyatnya merokok, yang secara tidak langsung bahwa si perokok itu
difasilitasi oleh negara dengan harga rokok tersebut. Di indonesia harga rokok
per bungkus harganya mulai dari Rp. 8000,00 sampai Rp. 16.000,00, coba kita
liat singapura, harganyapun diatas Rp.100 ribu. Makanya itu, para turis yang di
Indonesia bisa dengan asyiknya merokok, karena di Indonesia sendiri adalah
“Surga” dari rokok.
Nah ini PR pemerintah untuk kedepanya memperhatikan masalah
rokok, jika ingin target indonesia sehat terlaksana. Karena sebenarnya sudah
banyak Undang-undang yang mengatur tentang rokok itu banyak, salah
satunya Dalam UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 disebutkan bahwa nikotin adalah
zat aditif, artinya menghisap rokok sama saja dengan menghisap narkoba. tinggal
pemerintah saja bagaimana mau mengimplementasi. Undang-undang lho itu?
hayo piye? Buat peraturan juga yang memuat sanksi para perokok.
Pemerintah tidak usah terlalu takut, saya yakin kalau di implementasikan rakyat
sejahtera.
Lalu banyak diantara kita yang mengatakan bahwa merokok itu adalah suatu
simbol kejantanan, padahal dibungkus rokok itu sendiri tertulis bahwa rokok
menyebabkan Impotensi, tidak salah saya menilai bahwa seorang perokok itu
SANGAT BODOH. Ada juga pernah saya temui beberapa orang yang kalau mau beli
susu anaknya alasanya tidak punya uang, tapi dia sendiri ngerokoknya banter?
konyol sekali
Nah setelah saya jelaskan panjang kali lebar diatas, saya tuliskan disini
sebuah analisa saja dari statement saya kemaren di tulisan ini. Karena itu,
beberapa orang menanyakan dampak yang terjadi apabila para perokok itu
dilarang, jikalau mengatakan bahwa rokok sebenarnya menguntungkan negara karena
cukai rokok besar? Siapa bilang? Tidak sebanding pemasukan dan biaya kesehatan
yang harus dikeluarkan akibat rokok. oke lah pemasukan cukai sebesar sebesar Rp
32,6 triliyun dari rokok sampe Rp. 55 triliyun, tetapi biaya pengobatan
penyakit akibat rokok mencapai Rp 167 triliyun atau lima kali lipat cukai rokok
dan data terbaru yg saya dapat pengeluaran makro pengobatan akibat rokok
Rp.254,41 triliyun. Biaya tersebut diantaranya untuk pengobatan rawat inap dan
rawat jalan serta biaya akibat hilangnya produktivitas karena morbiditas atau
disabilitas yg diakibatkan karena rokok. Belum lagi nanti tahun depan di era
BPJS, pasti beban pemerintah akan lebih besar, minimal harus menanggung Rp 80
Triliyun karena penyakit akibat rokok. Kita tahu sendiri bahwa biaya
berobat di negara kita itu mahal, dan di bungkus rokok sendiri ada peringatan.
Jadi menurut saya kalau memang Pemerintah bisa semakin membatasi ruang gerak
para perokok, Insya Allah negara tidak akan rugi. Bahkan bisa menguntungkan
karena produktivitas rakyat Indonesia akan tinggi. Karena Tidak ada para
peminum alkohol dan pecandu narkoba TANPA dia merokok terlebih dahulu. Semoga
bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.